streaming erga live
ZoyaPatel

Pelatihan Pranatacara Jawa di Lemahireng Bawen: Lestarikan Budaya, Bangun Martabat Bangsa

Mumbai

Kabupaten Semarang — Di tengah gempuran budaya populer dan digitalisasi yang kian masif, Desa Lemahireng, Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang, muncul sebagai salah satu titik nyala pelestarian budaya Jawa. Melalui pelatihan “Pranatacara” dan “Pamedar Sabda” berbahasa Jawa, warga desa ini tak sekadar belajar berbicara dengan apik, tapi juga membangun kembali nilai-nilai adiluhung yang mulai tergerus zaman.

Pelatihan ini menjadi bagian dari gerakan budaya yang lebih luas di Jawa Tengah, dengan metode sistematis dan terarah, menggabungkan etika berbahasa, tata busana, hingga filosofi Jawa dalam kehidupan bermasyarakat.


Dari Pelatihan ke Panggung Kehidupan

Salah satu bukti nyata keberhasilan pelatihan ini adalah kiprah para alumni seperti Bapak Bato, Bapak Kento, Bapak Sahirin, dan Agus Sudian dkk. Mereka kini dikenal luas sebagai pranatacara (pembawa acara adat Jawa) di berbagai kegiatan masyarakat, mulai dari hajatan, khitanan, hingga acara resmi pemerintahan desa.

“Saya dulu tak pernah membayangkan bisa berbicara di depan banyak orang dengan percaya diri. Setelah ikut pelatihan, saya tidak hanya belajar berbicara, tapi belajar tentang rasa, unggah-ungguh, dan makna,” ungkap Bapak Kento, saat ditemui di sela acara pernikahan adat di dusun setempat.


Bukan Sekadar Kursus, Tapi Gerakan Kultural

Pelatihan Pranatacara ini umumnya berlangsung selama tiga bulan, dua kali dalam seminggu. Materinya disusun untuk menanamkan keseimbangan antara penguasaan teknis berbicara dan pemahaman budaya Jawa. Komposisi materi mencakup:

  • Teori Pranatacara
  • Basa lan Sastra Jawa
  • Renggeping Wicara (ekspresi & intonasi)
  • Sekar Macapat & Gending Jawa
  • Ngadi Busana lan Tatakrama Acara Adat

Selain itu, peserta juga dibimbing untuk memahami nilai-nilai Tri Niti Yogya yang menjadi inti dari pelatihan ini, yakni:

  • Hamemayu Hayuning Sesama – Menjaga kedamaian dan ketenteraman
  • Dados Juru Ladosing Bebrayan – Menjadi pelayan masyarakat yang rendah hati
  • Ngremenake Liyan – Membuat orang lain merasa nyaman melalui tutur dan perilaku


Wisuda dan Relevansi Sosial

Peserta yang dinyatakan lulus akan mengikuti prosesi wisuda yang tidak kalah khidmatnya dibandingkan kelulusan akademik formal. Bagi warga seperti Bapak Bato, momen itu menjadi pengakuan sosial dan spiritual bahwa budaya Jawa masih punya tempat terhormat di masyarakat modern.

“Saya mulai dikenal sebagai pranatacara setelah ikut pelatihan. Sekarang bukan hanya soal pekerjaan, tapi tanggung jawab menjaga nilai,” kata Bapak Bato.


Lemahireng, Titik Kecil dengan Gaung Besar

Meski hanya sebuah desa di lereng Bawen, Lemahireng kini mulai dikenal sebagai pusat kebangkitan pranatacara lokal. Warganya membuktikan bahwa menjaga bahasa ibu tidak harus dengan seremoni besar, tapi dengan praktik nyata yang hidup dalam keseharian.

“Kami bukan ingin jadi terkenal. Tapi kami ingin anak cucu nanti masih bisa mendengar Bahasa Jawa dibawakan dengan anggun, tertib, dan berwibawa,” kata Bapak Agus Sudian, menutup obrolan sore itu dengan senyum tulus.


Nguri-uri Sing Ora Garing

Pelatihan pranatacara di Desa Lemahireng bukan sekadar program, tapi ikhtiar membangkitkan jati diri, dari desa untuk bangsa. Ketika banyak yang lupa, mereka memilih untuk mengingat—bahwa dalam tiap ujaran Jawa, tersimpan martabat, tata krama, dan rasa yang membentuk wajah peradaban.

Jika Anda ingin tahu lebih dalam tentang pelatihan serupa atau ingin mendukung kegiatan budaya lokal, hubungi aparat desa atau komunitas budaya setempat. Budaya akan hidup jika kita bergerak.


Ahmedabad