ERGA DIGITAL
ZoyaPatel

ANTARA RUDAL DAN RETORIKA: TAFSIR GEOPOLITIK DUNIA ISLAM ERA MODERN

Mumbai

konflik iran vs israel terbaru

Pendahuluan: Konflik Iran–Israel, Bukan Perkara Baru

Ketegangan antara Iran dan Israel bukanlah fenomena baru. Sejak Revolusi Islam Iran 1979, kedua negara ini berada dalam kondisi permusuhan ideologis dan geopolitik yang berkelanjutan. Iran memandang Israel sebagai entitas kolonial yang menduduki tanah Palestina, sementara Israel melihat Iran sebagai ancaman eksistensial, khususnya setelah Teheran meningkatkan program nuklirnya. Konflik ini kini memasuki babak baru pasca-serangan Israel ke instalasi nuklir Iran dan serangan balasan Iran yang mengguncang kawasan. Namun, di balik rudal dan retorika, terdapat dinamika yang lebih dalam dan penuh tipu daya.


Sejarah Singkat: Rivalitas Iran–Zionis Sejak Revolusi 1979

Setelah jatuhnya Shah Iran dan lahirnya Republik Islam, Iran mengadopsi kebijakan luar negeri anti-Israel yang keras. Dukungan Iran terhadap Hizbullah di Lebanon dan milisi Syiah di Suriah dan Irak membuatnya semakin bertentangan dengan Israel yang berusaha menumpas pengaruh Iran di kawasan. Sepanjang dua dekade terakhir, Israel secara terbuka maupun rahasia telah melakukan serangan terhadap posisi-posisi milisi pro-Iran, fasilitas nuklir, dan bahkan tokoh-tokoh militer seperti Jenderal Qasem Soleimani.


AS dan Proyek Pax Americana

Amerika Serikat memainkan peran sentral dalam konflik ini. Melalui "Proyek Pax Americana", AS sejak lama berupaya menciptakan dominasi stabilitas versinya sendiri di Timur Tengah, sering kali dengan mendukung Israel secara militer dan diplomatik. Operasi "Midnight Hammer" yang dilakukan AS pada Juni 2025 terhadap fasilitas nuklir Iran menunjukkan keberlanjutan kebijakan luar negeri AS yang agresif terhadap Teheran. Dukungan tanpa syarat terhadap Israel tidak hanya memperkeruh situasi, tetapi juga memperlihatkan wajah ganda demokrasi liberal dalam menyikapi hukum internasional.


Operasi Bendera Palsu dan Perang Propaganda

Dalam dunia konflik modern, peperangan tak hanya terjadi di medan tempur, tetapi juga dalam persepsi publik. Konsep "false flag operation"—aksi yang disamarkan agar terlihat dilakukan oleh pihak lain—menjadi bagian dari strategi yang digunakan. Beberapa analis meyakini beberapa serangan pada infrastruktur sipil di Irak dan Suriah justru bukan dilakukan langsung oleh Iran, tapi oleh pihak ketiga yang ingin memprovokasi perang terbuka.

Sementara itu, media Barat dan Arab menyajikan narasi yang saling bertentangan. Media pro-Barat menggambarkan Israel sebagai korban agresi, sedangkan media Iran dan sekutunya mengangkat narasi tentang imperialisme dan kezaliman Zionis. Umat global menjadi korban informasi yang direkayasa dan tidak seimbang.


Kegagalan Dunia Islam Membangun Blok Politik

Konflik ini membuka luka lama tentang lemahnya solidaritas politik Dunia Islam. Alih-alih membangun aliansi strategis, negara-negara Muslim justru saling bersaing dan berpecah karena kepentingan sektarian dan ekonomi. Arab Saudi diam-diam mendukung aksi Israel, Turki menyuarakan netralitas sambil menjaga kepentingan regionalnya, sementara negara seperti Indonesia hanya mampu menyuarakan keprihatinan diplomatis.

Tak adanya blok politik Islam yang kuat menjadikan dunia Muslim seperti taman tanpa pagar: rentan diinjak dari berbagai arah.


Peran Media Alternatif dan Dakwah Digital

Dalam situasi seperti ini, media alternatif dan platform dakwah digital memegang peranan penting. YouTube, podcast, dan eBook menjadi senjata baru untuk menyampaikan narasi tandingan yang lebih berimbang. Umat Islam yang melek teknologi kini bisa memproduksi konten yang menyuarakan fakta sejarah, keadilan, dan perjuangan umat dengan sudut pandang independen.

Namun tantangan besar tetap ada: algoritma digital tidak netral, dan banyak konten yang diblokir dengan alasan keamanan atau kebijakan platform yang bias.


Skenario Masa Depan dan Peran Umat

Jika konflik terus meningkat, dampaknya tak hanya dirasakan di Iran dan Israel, tapi juga di seluruh Dunia Islam. Harga minyak melonjak, stabilitas kawasan terguncang, dan tekanan kepada komunitas Muslim di negara-negara Barat meningkat. Di sinilah letak pentingnya membangun kesadaran geopolitik umat.

Kita perlu lebih dari sekadar demonstrasi dan kecaman. Kita butuh:

  1. Literasi geopolitik berbasis ilmu dan sejarah.
  2. Kemandirian narasi melalui media Islam.
  3. Blok dagang dan diplomasi antarnegara Muslim yang bebas dari tekanan kekuatan besar.


Penutup: Kemenangan Ada pada yang Tahu Arah

Rudal bisa menghancurkan kota. Tapi retorika bisa menghancurkan generasi. Umat Islam harus belajar membaca peta zaman, bukan hanya mendengar berita yang menggelegar. Kemenangan bukan milik yang paling kuat, tapi milik mereka yang paling memahami zaman dan bergerak dengan strategi.

Ini bukan hanya soal Iran dan Israel. Ini tentang kita semua.


“Barang siapa mengenali sejarah, ia akan memiliki cahaya untuk berjalan di masa depan.”

Ahmedabad