ERGA DIGITAL
ZoyaPatel

Penawangan: Desa Muslim di Tengah Hutan Lindung, Jejak Spiritualitas di Negeri Atas Awan

Mumbai
Penawangan: Desa Muslim di Tengah Hutan Lindung, Jejak Spiritualitas di Negeri Atas Awan

Terletak di tengah hutan lindung lereng Ungaran, Desa Penawangan mungkin tak ramai disebut seperti desa-desa strategis lainnya di Kabupaten Semarang. Tapi justru dari keterpencilannya, desa ini menyimpan wajah Islam yang hidup — sunyi namun mengakar, sederhana tapi penuh makna.

Kawasan Terpencil, Tapi Tidak Terasing

Secara administratif, Penawangan berada di Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Lokasinya terpencil — sekitar 40 km dari pusat kota, dengan akses yang menantang: melewati jalan desa, menyusuri hutan jati dan mahoni, bahkan ada jalur yang hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki.

Wilayah ini sering disebut warga sebagai "negeri di atas awan", karena letaknya yang berada di ketinggian dan panorama pegunungan yang memukau. Tapi jangan salah sangka — keterpencilan Penawangan bukanlah keterasingan. Justru dari sana tumbuh daya tahan, kemandirian, dan kekuatan sosial yang berakar pada nilai-nilai Islam.

Penawangan: Desa Muslim di Tengah Hutan Lindung, Jejak Spiritualitas di Negeri Atas Awan

Komunitas Muslim yang Menjaga Tradisi

Berdasarkan data 2020, Penawangan dihuni sekitar 3.404 jiwa, dan hampir seluruhnya beragama Islam. Tercatat ada 3 masjid dan 10 mushola tersebar di berbagai dusun. Kehadiran rumah ibadah ini bukan sekadar pelengkap, tapi menjadi jantung aktivitas warga: tempat mengaji, musyawarah, hingga penggalangan gotong royong.

Dalam masyarakat yang jauh dari pusat kota, masjid dan mushola berperan sebagai pusat peradaban mini. Di sinilah nilai-nilai ukhuwah Islamiyah tumbuh — saling bantu saat musim kemarau kekurangan air, berjamaah dalam menghadapi bencana longsor, hingga mendidik generasi muda dengan pengajian dan pendidikan akhlak.

Perlawanan dengan Doa dan Prinsip

Beberapa tahun terakhir, muncul wacana pembangunan tambang dan proyek bendungan di sekitar kawasan ini. Tapi warga Penawangan menolak. Mereka tidak hanya memprotes dengan aksi, tapi juga dengan doa, istighotsah, dan ikhtiar menjaga bumi yang mereka yakini dijaga oleh leluhur dan keberkahan spiritual.

Penolakan terhadap tambang bukan semata soal ekonomi atau tanah, tapi juga soal kesadaran spiritual terhadap alam. Banyak warga percaya pada nilai "hyang mbahu rekso" — perlambang penjaga desa — yang membuat mereka tak gentar berkata tidak.

Jejak Spiritual dan Warisan Islam Tradisional

Beberapa titik di Penawangan menjadi tempat ziarah lokal, seperti makam Kyai Raden Soedjono yang dianggap keramat. Ziarah dan tradisi selikuran di bulan Ramadan tetap hidup hingga kini, menjadi penguat identitas spiritual warga. Masyarakat tetap merawat warisan Islam lokal, yang berpadu dengan kearifan adat, tanpa tercerabut dari nilai Qur’ani.

Tradisi Islam di Penawangan bukan ritualisme kosong, tapi menjadi fondasi kehidupan sosial dan lingkungan: jujur dalam berdagang, ringan tangan dalam membantu, serta sabar dalam keterbatasan.

Sumber : https://www.youtube.com/@suwuners

Menatap Masa Depan dengan Warisan Islam

Desa Penawangan adalah gambaran nyata bahwa Islam tak hanya hidup di kota besar, tapi berdenyut kuat di balik sunyi hutan. Dalam terpencilnya, ada kemandirian. Dalam sunyinya, ada dzikir. Dalam keterbatasannya, justru Islam hadir sebagai solusi — bukan sekadar identitas, tapi sumber kekuatan hidup.

Penawangan: Desa Muslim di Tengah Hutan Lindung, Jejak Spiritualitas di Negeri Atas Awan

Ditulis oleh: AKBAR | Sumber: Data Desa Penawangan, Wikipedia, dan wawasan masyarakat lokal

Ahmedabad